Rabu, 26 Oktober 2016

MANAQIB ABUYA DIMYATHI


                 KH. ABUYA DIMYATHI
                 BANTEN -JAWA BARAT


Alangkah ruginya orang Indonesia kalau tidak mengenal ulama satu ini. Orang bilang Mbah Dim, Banten atau Abuya Dimyathi bin Syaikh Muhammad Amin.
Beliau adalah tokoh kharismatik dunia kepesantrenan, penganjur ajaran Ahlusunah Wal Jama’ah dari pondok pesantren, Cidahu, Pandeglang, Banten.
Beliau ulama yang sangat konsen terhadap akhirat, bersahaja, selalu menjauhi keduniawian. Wirangi (hati-hati dalam bicara, konsisten dalam perkataan dan perbuatan). Ahli sodakoh, puasa, makan seperlunya, ala kadarnya seperti dicontohkan Kanjeng Nabi,SAW humanis, penuh kasih sesama umat manusia. Kegiatan kesehariannya hanya mulang ngaji (mengajar ilmu), shalat serta menjalankan kesunatan lainnya.

Beliau lahir sekitar tahun1925 anak pasangan dari H.Amin dan Hj.Ruqayah. Sejak kecil Abuya Dimyathi sudah menampakan kecerdasannya dan keshalihannya, beliau belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya mulai dari Pesantren Cadasari, kadupeseng Pandeglang, ke Plamunan hingga ke Pleret Cirebon.
              Semasa hidupnya, Abuya Dimyathi dikenal sebagai gurunya dari para guru dan kiainya dari para kiai, sehingga tak berlebihan kalau disebut sebagai tipe _ulama Khas al-Khas._
Masyarakat Banten menjuluki beliau juga sebagai pakunya daerah Banten, di samping sebagai pakunya negara Indonesia.
Di balik kemasyhuran nama Abuya, beliau adalah orang yang sederhana dan bersahaja. Kalau melihat wajah beliau terasa ada perasaan ‘adem’ dan tenteram di hati orang yang melihatnya.

Abuya Dimyathi begitu panggilan hormat masyarakat kepadanya, beliau bukan saja mengajarkan dalam ilmu syari’ah tetapi juga menjalankan kehidupan dengan pendekatan tasawuf, tarekat yang dianutnya tarekat Naqsabandiyyah Qodiriyyah.
Maka wajar jika dalam perilaku sehari-hari beliau penuh tawadhu’, istiqamah, zuhud, dan ikhlas.
Abuya adalah seorang qurra’ dengan lidah yang fasih. Wiridan al-Qur’an sudah istiqamah lebih dari 40 tahun. Kalau shalat tarawih di bulan puasa, tidak turun untuk sahur kecuali setelah mengkhatamkan al-Qur’an dalam shalat.. Oleh karenanya, tidak salah jika kemudian kita mengategorikan Abuya sebagai Ulama multidimensi.

Dibanding dengan ulama kebanyakan, Abuya Dimyathi ini menempuh jalan spiritual yang unik. Beliau secara tegas menyeru :
*“ Thariqah aing mah ngaji!” (Jalan saya adalah ngaji).*
Sebab, tinggi rendahnya derajat keualamaan seseorang bisa dilihat dari bagaimana ia memberi penghargaan terhadap ilmu.
Sebagaimana yang termaktub dalam surat al-Mujadilah ayat 11, bahwa Allah SWT akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan.
Dipertegas lagi dalam hadis Nabi, SAW " Al-'Ulama’u waratsatul anbiya’," - para ulama adalah pewaris para Nabi.
Ngaji sebagai sarana pewarisan ilmu. Melalui ngaji, sunnah dan keteladanan Nabi diajarkan.
Melalui ngaji, tradisi para sahabat dan tabi’in diwariskan.
               Bahwa ilmu adalah suatu keistimewaan yang menjadikan manusia unggul atas makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahannya.

Saking pentingnya ngaji dan belajar, satu hal yang sering disampaikan dan diingatkan Mbah Dim adalah :

*“Jangan sampai ngaji ditinggalkan karena kesibukan lain atau karena umur”*.
Pesan ini sering diulang-ulang, seolah-olah Mbah Dim ingin memberikan tekanan khusus;
*Jangan sampai ngaji ditinggal meskipun dunia runtuh seribu kali ! "*

Apalagi demi sekedar hajatan partai. Urusan ngaji ini juga wajib 'ain hukumnya bagi putra-putri Mbah Dim untuk mengikutinya. Bahkan, ngaji tidak akan dimulai, fasal-fasal tidak akan dibuka, kecuali semua putra-putrinya hadir di dalam majlis.
          Itulah sekelumit keteladanan Mbah Dimyathi dan putra-putrinya, yang sejalan dengan pesan al-Qur’an dalam surat al-Tahrim ayat 6,: ...." Qu anfusakum wa ahlikum naran."
Dahaga akan ilmu tiada habis, satu hal yang mungkin tidak masuk akal bila seorang yang sudah menikah dan punya putra berangkat mondok lagi, bahkan bersama putranya. Tapi itulah Abuya Dimyathi, ketulusannya dalam menimba ilmu agama dan mensyiarkannya membawa beliau pada satu tingkat di atas khalayak biasa.
                 Abuya berguru pada ulama-ulama sepuh di tanah Jawa.
Di antaranya :
Abuya Abdul Chalim,
Abuya Muqri Abdul Chamid,
Mama Achmad Bakri (Mama Sempur),
Mbah Dalhar Watucongol,
Mbah Nawawi Jejeran Jogja,
Mbah Khozin Bendo Pare,
Mbah Baidlowi Lasem, Mbah Rukyat Kaliwungu dan masih banyak lagi.
Kesemua guru-guru beliau bermuara pada Syech Nawawi al Bantany.
Kata Abuya, para kiai sepuh tersebut adalah memiliki kriteria kekhilafahan atau mursyid sempurna, setelah Abuya berguru, tak lama kemudian para kiai sepuh wafat.

Ketika mondok di Watucongol, Abuya sudah diminta untuk mengajar oleh Mbah Dalhar.
Satu kisah unik ketika Abuya datang pertama ke Watucongol, Mbah Dalhar memberi kabar kepada santri-santri besok akan datang ‘kitab banyak’. Dan hal ini terbukti mulai saat masih mondok di Watucongol sampai di tempat beliau mondok lainya, hingga sampai Abuya menetap, beliau banyak mengajar dan mengorek kitab-kitab. Di pondok Bendo, Pare, Abuya lebih di kenal dengan sebutan ‘Mbah Dim Banten’ dan mendapat laqob ‘Sulthon Aulia’, karena Abuya memang wira’i dan topo dunyo. Pada tiap Pondok yang Abuya singgahi, selalu ada peningkatan santri mengaji dan ini satu bukti tersendiri di tiap daerah yang Abuya singgahi jadi terberkahi.

Namun, Kini, waliyullah itu telah pergi meninggalkan kita semua.
Abuya Dimyathi tak akan tergantikan lagi. Malam Jumat pahing, 3 Oktober 2003 M/07 Sya’ban 1424 H, sekitar pukul 03:00 wib umat Muslim, khususnya warga Nahdlatul Ulama telah kehilangan salah seorang ulamanya, KH. Muhammad Dimyathi bin KH. Muhammad Amin Al-Bantani, di Cidahu, Cadasari, Pandeglang, Banten dalam usia 78 tahun. Padahal, pada hari itu juga, dilangsungkan acara resepsi pernikahan putranya. Sehingga, Banten ramai akan pengunjung yang ingin mengikuti acara resepsi pernikahan, sementara tidak sedikit masyarakat –pelayat- yang datang ke kediaman Abuya. Inilah merupakan kekuasaan Allah yang maha mengatur, menjalankan dua agenda besar, “pernikahan” dan “pemakaman”.

🔎 silsilahwasilah.blogspot.com
🌐.    www.islamuna.info
                                                                              

Selasa, 25 Oktober 2016

MENUNTUT ILMU KE NEGERI CHINA


STATUS HADITS MENCARI ILMU SAMPAI KE NEGERI CHINA

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

اطلبوا العلم ولو بالصين فإن طلب العلم فىيضة على كل مسلم

“Carilah ilmu walau sampai ke negri China. Sesungguhnya mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim”. (HR. Al-Baihaqi)

A. ASAL-USUL HADITS

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab Syi’bul Iman. Hadits tersebut diriwayatkan melalui dua jalur.

>Jalur Pertama : Dari Ja’far  bin Muhammad Az-Za’farani, dari Ahmad bin Abu SuraijAr-Razi, dari Hammad bin Khalid al-Khaiyyad, dari Thariif bin Salman, dari Abu ‘Atikah, dari Anas bin Malik.

> Jalur Kedua : Dari Muhammad bin Hasan bin Qutaibah, dari Abbas bin Abu Isma’il, dari Al-Hasan bin ‘Athiyyah al-Kufi, dari Abu ‘Atikah, dari Anas bin Malik.

B. STATUS/KEDUDUKAN HADITS

Matan (teks) hadis tersebut termasuk masyhur dikalangan ulama hadits. Namun dilihat dari status haditsnya berkedudukan hadits lemah (dlo’if). Al-Baihaqi berkata; “Matan (teks) hadits tersebut sangat masyhur, namun sanadnya lemah (dlo’if). Hadits tersebut telah diriwayatkan dari beberapa jalur (wajah), dan semua jalur lemah. Kelemahan hadis ini terletak pada rawi bernama Abu ‘Atikah yg menjadi penghubung dgn Anas bin Malik. Sebagian ulama hadits tidak mengenal siapa Abu Atikah, sebagian lagi berpendapat, Abu ‘Atikah adalah orang yang diingkari haditsnya.
Di dalam kitab al-Mizan diterangkan, bahwa Abu ‘Atikah disebut dengan nama yang berbeda-beda, sehingga sangat membingungkan, dan para ulama ahli hadits sepakat menganggap lemah riwayatnya.
Dikarenakan demikian, Ibnu Hibban tidak berani meriwayatkan hadits tersebut, bahkan beliau berkata : “Hadits tersebut lemah sekali, dan tidak ada asalnya”.

C. MAKSUD HADITS

Meskipun tergolong hadits lemah sanadnya, namun matan (teks) hadits tersebut sangat masyhur di kalangan ulama ahli hadits. Dan biasanya ditampilkan dalam berbagai kitab bab keutamaan ilmu. Meskipun hadits lemah, namun untuk keutamaan amal, para ulama ahli hadits sepakat boleh digunakan, dalam rangka kehati-hatian.

Maksud hadits tersebut adalah, seorang muslim wajib mencari ilmu kapanpun dan di mana pun, meskipun harus bersusah payah menempuh perjalanan yang sangat jauh. Rasulullah SAW mencontohkan jauh dengan menyebut negeri China. Penyebutan negeri China, karena negeri tersebut adalah negeri yg terkenal dan yang jauh dari Arab.(Referensi: Al-Jaami’ li al-hadits karya Syech Jalaludin As-Suyuthi.ra Dan Faidul Qadir).

Tambahan :

 ﻭﻓﻲ ﻋﻮﻥ ﺍﻟﺒﺎﺭﻱ ﻧﻘﻼً ﻋﻦ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ :ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﻀﻌﻴﻒ ﻋﻨﺪ ﺗﻌﺪﺩ ﺍﻟﻄﺮﻕ ﻳﺮﺗﻘﻰ ﻋﻦ ﺍﻟﻀﻌﻒ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﻭﻳﺼﻴﺮ ﻣﻘﺒﻮﻻً ﻣﻌﻤﻮﻻً ﺑﻪ. ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﺘﺤﺪﻳﺚ ﻣﻦ ﻓﻨﻮﻥ ﻣﺼﻄﻠﺢ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ 77 / 1

Dalam kitab 'Aun al-Bari mengutip dari keterangan Imam al-Nawawi, ra - dijelaskan bahwa beliau berkata : Hadits dha'if ketika sanadnya banyak maka itu naik ke taraf Hasan, dan hadits tersebut menjadi Maqbul (diterima) dan dapat diamalkan. Qawa'id al-Tahdits Min Fununi Mushthalah al-Hadits 1 / 77. 5⃣
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
🔎Ref. : 🌐 aswaja-islamuna

Sabtu, 22 Oktober 2016

YAA MUNIR


                Yang Maha Sembahanku
               Pujian Indah Atas DzatMu

                       فما اجلّ قدره العظيم
                       و او سع فضله العميم

      Oouh...betapa tinggi derajatnya yang agung,
Betapa luas keutamaanya merata dimana-mana.
[ سمط الدّرر ]

Tak kuasa dalam bayangan akalku menelusur mengapa Engkau mengadakan PujaanMu, merangkul kehinaan hayat dunya.
Menurunkan GapaianMu hingga jamahan makhluk tersembunyi dan yang tak terindahi.

Oouh..Yaa Robbi
PengetahuanMu bagi penyembahMu, tersingkap jauh dibalik ubah zaman, terurai bertahap atas cakapnya cahayaMu al-Munir
 صلّى الله عليه و سلّم

QS.Al-Ahzab : 33 yang menegaskan :

إنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا

“Sesungguhnya Allah hendak menghapuskan noda dan kotoran
(ar-rijsa) dari kalian, ahlul-bayt, dan mensucikan kalian sesuci-sucinya”

Pemujianku kepadanya atas ZatMu yang suci, sembahanku kepadaMu sucikan atasnya.


sunitram aslam